Pakar Hukum Mendukung Pemecatan Kompol Cosmas dan Usulkan Langkah Pidana
wartanusantarapost.com – Sayap akademisi unggulan dari ISSES (Institute for Security and Social Studies), seperti Pakar Kepolisian Bambang Rukminto, menyuarakan dukungan penuh terhadap keputusan etik yang menjatuhkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Kompol Cosmas Kaju Gae. Menurutnya, pemecatan tersebut adalah bentuk pertanggungjawaban institusi Polri atas insiden fatal yang menewaskan Affan Kurniawan—kasus yang sekaligus mencoreng kepercayaan publik dan marwah penegakan hukum.
Bambang juga menekankan bahwa penanganan etik saja tidak cukup. Ia mendorong Kejagung atau Bareskrim agar lanjut ke ranah pidana, demi memastikan tidak ada penjagaan profesionalisme digadaikan oleh keterkaitan kekuasaan atau kedekatan institusional. Langkah ini disebut penting untuk mencegah preseden buruk dan membuktikan keadilan bisa ditegakkan secara menyeluruh.
Sidang Etik Polri Sorot Profesionalisme dan Tanggung Jawab
Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri yang digelar pada 3 September 2025 memeriksa keterlibatan Kompol Cosmas dalam insiden rantis Brimob yang menabrak Affan Kurniawan. Dalam sidang tersebut, majelis menjatuhkan vonis PTDH karena dinilai melakukan pelanggaran etik berat — tindakan dianggap tidak profesional dan telah merusak citra institusi.
Cosmas sendiri sempat menangis saat putusan sidang dibacakan. Ia menyatakan bahwa tidak ada niat untuk mencelakai Affan, dan bahwa dirinya hanya bertindak atas perintah institusi. Namun, pengakuan ini tidak mengubah hasil hukuman—kelakuan tersebut tetap dianggap telah menyalahi etika profesional.
Upaya Banding dan Tantangan Penegakan Hukum
Meski telah dipecat, Kompol Cosmas menyatakan masih mempertimbangkan mengajukan banding atas putusan PTDH tersebut. Ia menyebut akan berpikir dan berkonsultasi dengan keluarga terlebih dahulu sebelum memutuskan langkah hukum selanjutnya.
Namun, para pengamat hukum menegaskan bahwa efek hukum internal (etik) sudah berjalan sesuai prosedur, dan kini lembaga penegak hukum (Bareskrim) perlu menyelesaikan jalur pidana secepatnya. Mereka menekankan bahwa tanpa tindakan hukum lanjutan, pemecatan dianggap belum cukup untuk pemulihan keadilan bagi keluarga korban.
Reaksi Publik dan Makna Pemecatan dalam Reformasi Polri
Putusan PTDH terhadap Kompol Cosmas disambut baik publik dan menunjukkan bahwa institusi Polri siap mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya, meskipun insiden terjadi di momen sulit seperti pengamanan demo. Ini menjadi sinyal kuat bahwa profesionalisme tetap dijaga.
Sementara pihak keluarga Affan dan rekan ojol juga memberikan apresiasi terhadap keputusan Polri dan meminta pendalaman kasus agar aspek pidana bisa segera dijalankan. Harapan publik tentu menanti agar inklusivitas prinsip penegakan etika dan hukum bisa menjadi fondasi reformasi Polri ke depan.
(Penutup): Rangkuman dan Harapan Menuju Keadilan Nyata
Kesimpulan Singkat
-
Fokus keyphrase: pakar hukum setuju Kompol Cosmas dipecat digunakan secara natural.
-
Pakar seperti Bambang Rukminto mendukung PTDH dan mendorong proses pidana.
-
Sidang etik Polri menjatuhkan PTDH setelah penilaian pelanggaran etika berat.
-
Kompol Cosmas masih bisa banding, tapi pakar dorong proses pidana tetap lanjut.
-
Dampak publik positif, memberi harapan terhadap profesionalisme dan akuntabilitas Polri.
Harapan ke Depan
Masyarakat menanti agar proses pidana berjalan transparan dan adil, tanpa intervensi. Hukum harus berjalan secara utuh—dari etik hingga pidana—agar hak korban tidak hanya diakui, tapi juga dikembalikan dengan keadilan nyata. Kasus ini bisa menjadi momentum reformasi dan memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.